PersadaFM – Hujan deras yang mengguyur wilayah selatan Kabupaten Blitar sejak pagi hari, Sabtu (28/6/2025), tak menyurutkan antusiasme masyarakat untuk menghadiri prosesi Larung Sesaji dalam rangka memperingati 1 Suro di Pantai Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto.
Meski harus berbasah kuyup dan berjalan menembus genangan air, ribuan warga tetap memadati kawasan pesisir. Mereka rela menunggu di tepi pantai untuk melihat secara langsung sesaji yang diarak dan dilarungkan ke tengah laut, sebagai bentuk syukur atas limpahan rezeki dari laut sekaligus doa agar diberi keselamatan dalam mencari nafkah.
Prosesi larung dimulai sejak pagi dengan berbagai rangkaian kegiatan. Sesaji yang terdiri dari kepala kerbau, hasil bumi, dan berbagai makanan tradisional tersebut diarak dari balai desa menuju pesisir pantai. Sejumlah tokoh adat, sesepuh nelayan, serta pejabat pemerintah turut serta dalam prosesi tersebut, menambah kekhidmatan acara.
Salah satu warga yang hadir, Mutiah (45) warga Desa Manggis, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, mengaku sudah mengikuti tradisi larung sesaji ini sejak lebih dari tiga dekade lalu. Ia bahkan menyebut tak pernah absen hadir setiap tahunnya.
“Saya sudah datang ke Tambakrejo sejak usia muda. Ini sudah jadi bagian dari hidup saya. Saya merasa kalau tidak datang, seperti ada yang kurang. Walaupun hujan deras, saya tetap berangkat. Ini niat dan tekad saya sendiri,” tuturnya dengan penuh semangat.
Menurut Mutiah, tradisi larung sesaji bukan sekadar acara seremonial. Ada nilai spiritual dan budaya yang dalam, yang membuatnya selalu merasa terhubung dengan laut dan alam.
Tradisi larung sesaji memang menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat pesisir yang masih lestari hingga kini. Selain sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil laut, ritual ini juga dipercaya sebagai upaya menolak bala dan menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan alam.
Tak hanya warga lokal, banyak pengunjung dari luar daerah juga turut hadir untuk menyaksikan tradisi unik ini. Mereka mengabadikan momen prosesi larung dengan kamera ponsel, bahkan tak sedikit yang tertarik mempelajari nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Dengan segala keterbatasan akibat hujan, pelaksanaan larung sesaji tetap berlangsung khidmat dan meriah. Suara debur ombak yang mengiringi larungan sesaji menjadi penanda bahwa tradisi ini tetap hidup dan dicintai masyarakat. (riz)